Selasa, 03 Januari 2012

Sistem Pelayanan Kesehatan


SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
A.    Teori Sistem
Sistem adalah sekumpulan obyek yang tergabung dalam suatu interaksi dan inter-dependensi yang teratur. Sistem tersebut terdiri dari subsistem yang membentuk sebuah sistem yang antara satu dengan yang lainnya harus saling mempengaruhi.
Feedback

                                 Input                                Proses                                     Output             dampak


Lingkungan
·         Input adalah subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem, contohnya potensi masyarakat, tenaga kesehatan
·         Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk menjadikan sebuah hasil yang diharapkan dari sistem tersebut. contohnya berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
·         Output adalah hasil yang diperoleh dari sebuah proses.
·         Dampak adalah akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sistem. Misalnya, sebagai hasil dari pelayanan kesehatan maka dampaknya akan menjadikan masyarakat sehat.
·         Feedback adalah suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
·         Lingkungan adalah semua keadaan diluar sistem tapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan

B.     Tingkat Pelayanan Kesehatan
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar manusia tentang kesehatan. Menurut Leavel dan Clark tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1.      Healt promotion (promosi kesehatan)
Ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan. Pelaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat tidak terkena gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi kebersihan perorangan, pemeriksaan kesehatan berkala, kebiasaan hidup sehat dan semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.
2.      Specific protection (perlindungan khusus)
Ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, yang termasuk dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk perlindungan pada penyakit
3.      Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)
Ini sudah masuk kedalam tingkat dimulainya atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilakukan untuk mencegah meluasnya penyakit serta dampaknya.
4.      Disability limitation (pembatasan cacat)
Ini dilakukan untuk mencegah pasien agar tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Ini dilaksanakan pada kasus yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan berupa mencegah komplikasi, dan perawatan untuk menghentikan penyakit.
5.      Rehabilitation (rehabilitasi)
Ini dilaksanakan ketika pasien di diagnosis sembuh.

C.    Lembaga Pelayanan Kesehatan
Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan.
1.      Rawat jalan
Ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan penyakit pada penyakit yang akut dan kronis yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap.
2.      Institusi
Merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan.
3.      Hospice
Lembaga ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang difokuskan pada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat mewakili masa-masa terminalnya dengan tenang.
4.      Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan pada klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga seperti praktek perawat

D.    Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan
Dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, pelayanan kesehatan masyarakat. Subsistem pelayanan kesehatan tersebut memiliki tujuan masing-masing dengan tidak meninggalkan tujuan umum dari pelayanan kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan terdapat 3 bentuk, yaitu :
1.      Primary Health Care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)
Ini dilakukan pada masyarakat yang memiliki masalaha kesehatan  yang ringan atau masyarakat yang sehat tetapi ingin mendapatkan peningkatan kesehatan agar sejahtera.
2.      Secondary Health Care (pelayanan kesehatan tingkat kedua)
Ini dilakukan bagi klien yang membutuhkan perawatan dirumah sakit atau rawat inap. Ini dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3.      Tertiary Health Services (pelayanan kesehatan tingkat tiga)
Ini merupakan tingkat pelayanan tertinggi, biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau subspesialis dan sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A atau B.

E.     Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan
Semuanya dapat dilaksanakan oleh tenaga keperawatan dalam meningkatkan drajat kesehatan. Sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang dilakukan perawat dalam pelayanannya memiliki tugas, diantaranya member asuhan keperawatan keluarga, komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan akan memberikan asuhan keperawatan secara umum pada pelayanan rujukan.
Pada lingkup pelayanan rujukan tugas perawat adalah memberikan asuhan keperawatan pada ruang lingkup atau lingkup rujukannya seperti pada anak, maka perawat harus memberikan asuhan keperawatan pada anak melalui pendekatan proses keperawatan anak, untuk lingkup keperawatan jiwa, perawat akan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, dan lain-lain.

F.     Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan
1.      Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
2.      Pergeseran nilai masyarakat
3.      Aspek legal dan etik
4.      Ekonomi
5.      Politik

G.    Visi Indonesia Sehat 2010
Visi Indonesia sehat merupakan pandangan Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan bagi semua. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering terjadi perubahan tetapi pada visi 2010 diharapkan pencapaian Indonesia sehat bagi bagi semua pada tahun 2010 tercapai karena itu dibutuhkan beerbagai strategi dan misi. Dalam menggunakan strategi yang ada pemerintah telah menyusun misi yang akan dijalankan sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan, diantaranya :
1.      Penggerak pengembangan nasional yang berwawasan kesehatan
2.      Memelihara, meningkatkan, melindungi kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan
3.      Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
4.      Meningkatkan kemandirian masyarakat hidup sehat
Dalam melaksanakan visi yang ada, keperawatan sebagai profesi dalam bidang kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang professional dan berorientasi pada paradigm sehat sesuai dengan paradigm keperawatan yang dimiliki, salah satunya adalah pembangunan kesehatan yang berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk yang sehat.

Kamis, 22 Desember 2011

Askep gangguan pada cemas


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sekarang ini banyak sekali permasalahan atau pun penyakit yang timbul karena di awali dengan kecemasan, mulai dari kecemasan tingkat rendah sampai kecemasan tingkat tinggi. Banyak orang-orang yang mendifinisikan tentang cemas, antara lain adalah Musfir Bin Said Az-Zahrani (2003) mendifinisikan “kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh”. Menurut Lazarus (1969) dalam Muhammad baitul alim (2011) “kecemasan adalah suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut”. Menurut Lynn S. Bicley (2009) ”Kecemasan merupakan reaksi yang sering terjadi pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan  kesehatan itu sendiri. Bagi sebagian pasien, kecemasan merupakan saringan terhadap semua persepsi dan reaksi mereka, bagi sebagian lainnya, kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya”.
Ada beberapa cara untuk menangani kecemasan, menurut Sylvia D. Elvira (2008 : 17) adalah sebagai berikut
 “Penanganan tentang masalah kecemasan bisa dilakukan dengan cara psikoterapi, suatu pengobatan yang diberikan dengan cara berupa terapi relaksasi yang bermanfaat meredakan secara relative, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih  pernafasan (menarik pernafasan dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula). Terapi kognitif perilaku dimana pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi psikoterapi dinamik dimana pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya. Bukan untuk menghilangkan gejalanya saja”.
Kecemasan bisa terjadi karna berbagai hal, misalnya menurut Marilynn E. Doenges (1999 : 317) adalah sebagai berikut
“Diagnosa Medis : infeksi intracranial : meningitis, ensefalitis,abses otak.
Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian / perubahan dalam status kesehatan, pemisahan dari sistem pendukung. Ditandai dengan peningkatan ketegangan/keputusasaan, ketakutan/ketidakpastian hasil, berfokus pada diri sendiri, stimulasi simpatis, gelisah”.
Berdasarkan permasalahan diatas menurut kami dari kelompok 1 memilih untuk mengambil judul tentang Asuhan Keperawatan pada gangguan cemas adalah kami ingin membantu pasien bagaimana cara mengatasi cemas, karena cemas itu bisa diatasi. Kecemasan merupakan suatu kondisi yang bisa saja dialami setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Cemas adalah suatu kondisi yang wajar namun apabila cemas itu berlangsung lama maka merupakan kondisi yang tidar wajar. Akibatnya seseorang tidak optimal lagi untuk menjalani aktivitas sehari-hari baik dalam fungsi social maupun pekerjaannya. Dengan mempelajari tanda dan gejala gangguan ini, diharapkan seseorang dapat mengantisipasi seandainya dikemudian hari mengalami kondisi cemas. Agar dapat secara lebih cepat mencari pertolongan medis dengan demikian fungsinya dalam kehidupan sehari-hari dapat pulih kembali.
B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
a.       Memberikan penanganan terhadap gejala dan tanda-tanda cemas
2.      Tujuan khusus
a.       Diharapkan kepada perawat dapat melakukan pengkajian
b.      Diharapkan kepada perawat dapat melakukan diagnosa
c.       Diharapkan kepada perawat dapat melakukan rencana tindakan
d.      Diharapkan kepada perawat dapat menjalankan rencana tindakan yang telah di rencanakan
e.       Diharapkan kepada perawat dapat melakukan evaluasi.
                                                                                               


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kecemasan
Lazarus (1969) dalam Muhammad baitul alim (2011) mendifinisikan “Kecemasan adalah suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan”.
Menurut Lynn S.Bickley (2009)  “Kecemasan merupakan reaksi yang sering terjadi pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan  kesehatan itu sendiri. Bagi sebagian pasien, kecemasan merupakan saringan terhadap semua persepsi dan reaksi mereka, bagi sebagian lainnya, kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya”.
Pasien-pasien yang cemas mungkin duduk dengan gelisah dan memperhatikan jari-jari tangan atau pakaiannya. Mungkin sering menghela napas, menjilat bibir yang kering, mengeluarkan peluh yang berlebihan atau benar-benar tampak gemetaran.
B.     Tanda dan Gejala kecemasan
Timbul secara mendadak, dalam bentuk berdebar-debar misalnya jantung dan nadi menjadi lebih cepat berdetaknya, nyeri pada dada, pusing, keringat yang berlebihan, pernafasan menjadi lebih cepat dan pendek, rasa seperti tercekik. Gejala lainnya takut kehilangan kendali dan takut pada kematian (Sylvia D. Elvira 2008 : 7)
C.    Penyebab kecemasan
Menurut Sylvia D. Elvira (2008 : 11) adalah sebagai berikut
“Ada beberapa faktor penyebab gangguan cemas yaitu faktor oerganibiologi, faktor psikoedukatif. Faktor organobiologo adalah terdapat ketidakseimbangan zat kimia dalam otak yang disebut neurotransmitter disebabkan karena kurangnya oksigen. Faktor psikoedukatif adalah faktor-faktor psikologi yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seseorang, baik hal yang menyenangkan, menentramkan, menyedihkan”.



D.    Mengatasi Kecemasan
Melihat berbagai macam jenis kecemasan dan penyebabnya menimbulkan perasaan cemas tersendiri, apakah kecemasan dapat diatasi ? Ternyata dapat, yakni:
1.      Mengembangkan Kepercayaan Diri. Tuhan di waktu menciptakan manusia, Ia berfirman bahwa kita diciptakan mempunyai kemampuan ilahi yang diberikan-Nya kepada kita. Itulah yang boleh kita sebut sebagai potensi diri manusia.
2.      Meninggalkan Hal yang Duniawi, kecemasan karena kebutuhan yang biasanya menyita hidup.
3.      Mempercayakan Diri kepada Allah. Hal terpenting dalam menghadapi kecemasan adalah mempercayakan diri kepada Allah. Memang, seseorang dapat percaya kepada Allah setelah ia mengalami bagaimana Allah bekerja dalam hidupnya. Oleh karena itu, kepercayaan merupakan proses yang mungkin membutuhkan waktu yang tidak pendek. Tapi,satu hal yang mutlak adalah mengenal Allah dengan benar.

E.     Pembagiam Kecemasan
Menurut James P.Chaplin (2002 : 32) Kecemasan (Anxiety) terbagi 7 macam, yaitu :
1.      Anxiety equivalent adalah suatu reaksi simpatetik yang kuat, seperti detak    jantung   yang cepat menggantikan kecemasan yang tidak disadari.
2.      Anxiety fixation adalah mempertahakan atau memindahkan reaksi kecemasan masa atau tingkat lebih dini dari perkembangan ke taraf yang lebih  lanjut.
3.      Anxiety hysteria adalah neurosa dengan karakteristik ketakutan gejala konversia (pengubahan, penukaran) atau dengan perwujudan konflik berupa gangguan penyakit somatis.
4.      Anxiety neurosa adalah ketakutan yang tidak bias diidentifikasikan dengan suatu sebab khusus, dan dalam banyak peristiwa merembes ke wilayah terutama kehidupan seseorang.
5.      Anxiety objek adalah penggantian atau pemindahan ketakutan pada suatu objek yang mewakili pribadi yang dahulunya menyebabkan timbulnya rasa ketakutan tersebut.
6.      Anxiety reaction adalah pola reaksi yang kompleks ditandai oleh perasaan-perasaan kecemasan yang kuat dan disertai gejala somatic, seperti berdebarnya jantung, rasa tercekik, sesak didada, gemetaran, pingsan.
7.      Anxiety tolerance adalah tingkat kecemasan yang masih dapat ditanggung seseorang tanpa menimbulkan gangguan psikologis serius atau tanpa mengakibatkan ketidakmampuan menyesuaikan diri.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Pengkajian dituju pada fungsi fisiologi dan perubahab prilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Kaji faktor predisposisi, faktor predisposisi adalah  semua ketegangan dalam kehidupan yang menyebabkan timbulnya kecemasan seperti :
1.      Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan   dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2.      Konflik emosional yang dialami individu dan tidak dapat terselesaikan dengan baik.
3.      Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realita sehinggan menimbulkan kecemasan.
4.      Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5.      Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individual. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stres akan mempengaruhi individu dalam respon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
6.      Riwayat angguan cemas dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam respon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan.
B.     Diagnosa Keperawatan
No
Sign/symptom
Etiologi
Diagnosa
1
·        peningkatan ketegangan/keputusasaan, ketakutan/ketidakpastian hasil,
·        berfokus pada diri sendiri,
·        stimulasi simpatis, gelisah.
krisis situasi, ancaman kematian / perubahan dalam status kesehatan, pemisahan dari sistem pendukung
Ansietas

C.    Perencanaan
1.      Bantu klien berfokus pada pernafasan lambat dan melatihnya pernapasan secara ritmik.
2.      Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.
3.      Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan prilaku distraksi seperti : berbiacara kepada orang lain, dan melibatkannya dalam melakukan aktifikasi fisik.
4.      Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan sebelumnya dan telah terlatih.
5.      Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang menimbulkan ansietas.
D.    Intervensi / Tindakan
1.      Perawat mengajarkan dan membantu klien agar bisa melakukan pernafasan lambat dan secara ritmik .
2.      Perawat selalu mengingangatkan dan memberi makan klien secara teratur.
3.      Pearawat mengajak klien saling berkomunikasi dan mengajarkan pasien berolahraga agar lebih rileks.
4.      Perawat memberikan motivasi kepada klien.
5.      Perawat menjelaskan kepada klien cara mengurangi stressor dan situasi yang dapat menyebabkan cemas.
E.     Evaluasi
Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat dari pasien yang selalu khawatir dengan kematian. Kecemasan itu pula dapat diartikan sebagai reaksi yang timbul karena ancaman yang tidak menentu. Pencegahan dari kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan diri, serta sering mendekatkan diri kepada Allah.





DAFTAR PUSTAKA
Az-Zahrani, Musfir Bin Said. (2005). Konseling Terapi. Jakarta : Gema Insani Press.
Bickley, Lynn S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC
Chaplin, James P. (2002) Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada 
Elvira, Sylvia D.(2008) Gangguan Panic. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Susabda, Yakub B. tanpa tahun. Pastoral Konseling. Malang : Penerbit Gandum Mas
Baitul Alim, Muhammad. (2011). Definisi Kecemasan, Apa itu Kecemasan ?. http://www.psikologizone.com/definisi-kecemasan-apa-itu-kecemasan/065111040. Dipeeroleh pada tanggal 12 Desember 2011. Pukul 12.30 WIB

Selasa, 20 Desember 2011

Pengkajian sistem tubuh (jantung, dada, aksila, abdomen)


MAKALAH

PENGKAJIAN SISTEM TUBUH (JANTUNG, DADA, AKSILA, DAN ABDOMEN)

Disusun
Oleh :

Aditya Rizka
NIM : 712006D11081

Pembimbing :
Ns. Imelda, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An
NIP : 19811117 200604 2 003


Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien
Darussalam, Banda Aceh
2011


KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan pemilik semesta alam dan sumber segala pengetahuan atas bimbingan dan penyeraan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENGKAJIAN SISTEM TUBUH (JANTUNG, DADA, AKSILA, ABDOMEN)”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada pembaca khususnya dalam tema ini. Selama pelaksanaan penulisan makalah ini, penulis mendapat bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, kepada :
1.      Ibu Ns. Imelda, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam rangka membimbing penulis dari awal hingga akhir penulisan makalah ini.
2.      Orang tua yang senantiasa mendo’akan keberhasilan penulis.
3.      Teman-teman yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
Kami sangat menyadari karya tulis ini masih jauh dari kesempuranaan.  Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun kami sangat harapakan untuk kesempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga karya tulis ini bisa bermanfaat.

Banda Aceh,  November 2011

                                                                        Aditya Rizka  



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..      ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………     iii
BAB I        PENDAHULUAN
A.  Latar belakang ………………………………………………………………..         1
B.  Tujuan …………………………………………………………………………        1
BAB II      PEMBAHASAN
A.  Pengkajian jantung …………………….……………………………………..           2
B.  Pengkajian dada ………………………………………. ……………………..         5
C.  Pengkajian aksila …… …………………………………………………….....          9
D.  Pengkajian abdomen …………………….. …………………………………..        10
BAB III     PENUTUPAN
A.  Kesimpulan …………………………………………………………………...         14
B.  Saran ………………………………………………………………………             14
DAFTAR PUSTAKA 

BAB 1
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sering kali kelainan-kelainan atau perubahan-perubahan bentuk atau warna pada sistem tubuh itu kita anggap sepele, padahal sebenarnya kelainan-kelainan serta perubahan itu adalah awal dari berbagai penyakit yang berbahaya bahkan sampai bisa mengancam nyawa seseorang. Oleh karena itu setiap individu sangat diharuskan untuk mengenal sistem tubuhnya masing-masing. Agar nantinya saat terjadi perubahan atau kelainan pada tubuhnya, setiap individu dapat langsung mendeteksi dan mengetahui perubahan tersebut. Serta individu tersebut dapat langsung menemui orang yang lebih mengerti untuk melakukan pemeriksaan sistem tubuh.
Disinilah dituntut peran seorang perawat untuk melakukan pemeriksaan atau pengkajian. Pemeriksaan sistem tubuh dilakukan untuk mengetahui kelainan-kelainan ataupun perubahan yang terjadi pada sistem tubuh (jantung, dada, aksila, dan abdomen). Dalam melakukan pemeriksaan digunakan empat teknik pengkajian, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi adalah proses observasi dengan menggunakan mata. Palpasi adalah teknik pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan. Metode ini digunakan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ. Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi adalah menentukan batas-batas organ, dengan perkusi kita dapat membedakan apa yang ada dibawah jaringan (udara, cairan, zat padat). Auskultasi adalah metode pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran. Perawat menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bising usus serta mengukur tekanan darah.  Nantinya setelah melakukan pengkajian diharapkan perawat dapat membantu klien untuk mengetahui kelainan atau perubahan apa yang sedang dialami oleh klien serta menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi dan dampak-dampak dari perubahan atau kelainan tersebut.
B.     Tujuan
1.                  Tujuan umum
a.       Mengetahui tentang sistem tubuh (jantung, dada, aksila, dan abdomen)
b.      Mengetahui teknik-teknik pengkajian sistem tubuh
c.       Mengetahui kelainan pada sistem tubuh
2.                 Tujuan khusus
a.       Mampu untuk melakukan pengkajian sistem tubuh
b.      Dapat menjelaskan kelainan yang terjadi serta dampaknya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengkajian jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit sebelah kiri sternum (Elizabeth J. Corwin 2009 : 441). Sebelum melakukan pengkajian kita terlebih dahulu harus menyiapkan alat dan mempertimbangkan beberapa hal.
1.      Alat :
a.    Stetoskop
b.   Timer

2.      Pertimbangan umum  :
a.    Pakaian atas klien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
b.   Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
c.    Tetap selalu menjaga privasi klien
d.   Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian jantung adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan  auskultasi.
1.      Inspeksi  jantung
a.    Tanda-tanda yang diamati :
1)      bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis atau kifoskoliosis 
Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum


2)      Denyut pada apeks jantung
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial  dari linea midklavicularis sinistra
Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
Sifat iktus :
Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
Iktus hanya terjadi selama sistole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari sistole.
3)      Denyut nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta
Aneurisma aorta asenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi. Pulmonalis dan aneurisma aorta desenden .
4)      Denyut vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.
Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.
2.      Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
a.        Pemeriksaan iktus kordis
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak
Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
b.       Pemeriksaan getaran / thrill
1)      Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung kongenital.
2)      Disini harus diperhatikan :
a)   Lokalisasi dari getaran
b)   Terjadinya getaran : saat sistole atau diastole
c)   Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
d)   Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung
c.       Pemeriksaan gerakan trakea
Pada pemeriksaan jantung, trakea harus juga diperhatikan karena anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta
Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trakea dan denyutan ini dapat teraba
3.      Perkusi jantung
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a.       Batas kiri jantung
1)      Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2)      Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri
3)      Normal
Atas     : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri  (pinggang jantung)
  Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)

b.      Batas kanan jantung
1)      Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2)      Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
3)      Normal
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi perikardium dan aneurisma aorta.
4.      Auskultasi  jantung
Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu :
a.       Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup    atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi       isometris dari bilik pada permulaan sistole
BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya  katup aorta dan pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
                  BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
b.      Bising jantung / cardiac murmur  

B.     Pengkajian Dada
1.      Alat
a.       Baju periksa
b.      Selimut
c.       Stetoskop
d.      Pena
e.       Penggaris
f.       Handscoon
g.       Masker
2.      Pertimbangan umum :
a.       Menjelaskan prosedur kepada klien
b.      Pastikan ruang periksa cukup terang dan hangat
c.       Mencuci tangan dan menggunakan handscoon serta masker
d.      Anjurkan klien untuk menanggalkan baju sampai ke pinggang dan mengenakan baju periksa
Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian dada adalah inspeksi, palpasi, perkusi, dan  auskultasi.
1.      Inspeksi Dada
a.       Inspeksi dada posterior dan anterior
1)      Inspeksi penampilan, ekspresi, posisi klien, usaha bernafas, warna kulit, bibir, otot-otot yang digunakan, pergerakan dada dalam tiga bagian toraks.
2)      Hitung pernafasan selama 1 menit penuh, observasi laju pernafasan, ritme dan kedalaman siklus pernafasan.
3)      Minta klien untuk menarik nafas dalam dan observasi keterlibatan otot-otot bantu pernafasan.
4)      Inspeksi warna kulit dada, samakan dengan warna kulit tubuh bagian lainnya.
5)      Inspeksi konfigurasi dada.
6)      Inspeksi struktur skeletal.
7)      Inspeksi  ukuran payudara, kesimetrisa, dan bentuknya.
8)      Inspeksi kulit dari hiperpigmentasi, tetraksi atau kerutan akibat invasi tumor, hipervaskuler dan bengkak.

2.      Palpasi dada
a.       Palpasi daerah dada posterior dan anterior
1)      Gunakan telapak tangan untuk palpasi besarnya otot daerah posterior, scapula sampai dengan tulang rusuk ke-12 dan lanjutkan sejauh mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.
2)      Hitung jumlah rusuk serta sela interkostal tetap dekat pada garis vertebra.
3)      Palpasi tiap-tiap processus spinal dengan gerakan kearah bawah.

b.      Palpasi toraks posterior untuk mengukur ekspansi pernafasan
Letakkan tangan setingkat dengan tulang rusuk ke-8 sampai ke-10, letakkan kedua ibu jari dekat dengan garis vertebral dan tekan kulit secara lembut diantara kedua ibu jari, pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung klien, mintalah klien untuk menarik nafas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan tekanan yang sama dikedua tangan dan tangan pemeriksa menjauhi garis vertebra, jarak kedua ibu jari normalnya 3-5 cm.
c.       Palpasi untuk menilai taktil fremitus
Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan diluar dinding dada saat klien bicara. Vibrasi paling besar dirasakan didaerah saluran nafas yang diameternya besar (trakea), dan hamper  tidak ada pada alveoli paru-paru. Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan saat pemeriksaan fremitus. Mintalah klien untuk mengulangi kata “Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” normalnya vokal fremitus bilateral dan simetris.
d.      Palpasi pada bagian torak anterior
Mintalah klien untuk berbaring dan letakkan tangan pada dinding anterior tepat dibawah kosta, tekan kulit diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan palpasi toraks posterior. Mintalah klien untuk menarik nafas dalam, amati pergerakan ibu jari dan tekanan yang dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa. Palpasi untuk mengetahui taktil fremitus, gunakan sendi metacarpophalangeal, mintalah klien untuk mengucapkan “Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” sama halnya dengan bagian anterior, normalnya vokal fremitus bilateral simetris dan menurun pada jantung dan jaringan mammae.
e.       Palpasi payudara dari masa dan pengeluaran cairan dari putting susu
Klien dapat berbaring atau duduk, lakukan palpasi bimanual pada payudara. Normalnya tidak ada massa, nodul atau pengeluaran cairan abnormal. Palpasi aerola dan putting susu untuk mengetahui adanya nyeri, massa, nodul atau aliran abnormal. Palpasi payudara pria untuk mengetahui adanya nyeri atau nodul.

3.      Perkusi dada
Teknik perkusi dapat dipraktikkan pada setiap permukaan. Ketika mempraktikkan perkusi, dengarkan perubahan bunyi yang ditimbulkan oleh perkusi pada berbagai bagian tubuh. Singkatnya, gerakan terjadi pada pergelangan tangan. Gerakan mengetuk itu harus terarah, cepat, tetapi rileks dan sedikit memantul. (Lynn S. Bickley 2009 : 227-228)
a.       Perkusi toraks posterior dan anterior
Atur posisi klien, bantu klien untuk membungkuk kedepan sedikit dan melebarkan bahu. Mulailah perkusi pada daerah apeks paru-paru dan bergerak ke apeks paru-paru kanan. Perkusi sampai tulang rusuk yang paling bawah dan pastikan untuk melakukan sampai garis midaksila kiri dan kanan.

b.      Perkusi untuk menentukan pergerakan diafragma
 Mulailah perkusi pada sela interkostal ke-7 kearah bawah sepanjang garis skapula sampai batas diafragma, beri tanda pada kulit dengan pena. Mintalah klien untuk menarik nafas dalam dan menahannya, perkusi kembali kearah bawah dari kulit yang diberi tanda sampai terdengar lagi suara dullness. Beri tanda pada kulit untuk kedua kalinya, anjurkan klien untuk menarik nafas secara normal lalu keluarkan nafas sebanyak-banyaknya dan kemudian tahan nafas. Perkusi kearah atas sampai pemeriksa mendengar suara resonan, beri tanda dan anjurkan klien untuk bernafas secara normal. Setelah mendapat tiga tanda pada sepanjang garis skapula, ulangi hal yang sama pada sisi yang lain. Jarak antara tanda  nomor 2 dan 3 dapat berkisar antara 3-6 cm pada orang dewasa yang sehat.
Untuk perkusi daerah anterior, mulailah perkusi pada daerah apeks dan lanjutkan sampai setinggi diafragma, lanjutkan perkusi ke garis midaksila pada masing-masing sisi. Hindari perkusi diatas sternum, klavikula, tulang, dan jantung.
Pada klien wanita, mintalah klien untuk mengatur posisi payudaranya kesamping selama prosedur ini dilakukan.

4.      Auskultasi
a.       Auskultasi posterior, meliputi :
1)      Bunyi nafas (bunyi paru). Bunyi nafas normal adalah vesikular, bronkovesikular, dan bronchial. Dengarkan bunyi nafas dengan menggunakan membran (diafragma) stetoskop sesudah meminta klien untuk menarik nafas melalui mulut yang terbuka. Gunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi. Jika mendengar bunyi-bunyi yang abnormal, lakukan auskultasi pada daerah didekatnya agar dapat menjelaskan luasnya abnormalitas tersebut. Dengarkan sedikitnya satu siklus respirasi yang penuh pada setiap lokasi.
2)      Bunyi tambahan (adventitious sounds). Bunyi tambahan adalah cracles atau rales, mengi dan ronchi. Cracles dapat disebabkan oleh abnormalitas pada pada paru atau saluran pernafasan, bunyi ini dapat terdengar pada dasar paru di sebelah anterior sesudah ekspirasi maksimal. Mengi menunjukan penyempitannsaluran pernafasan. Ronchi menunjukan adanya secret dalam saluran nafas yang besasr.
3)      Bunyi suara yang ditransmisikan. Dengan stetoskop, dengarkan bunyi di daerah-daerah yang simetris pada dinding dada ketika :
a)      Meminta pada klien untuk mengucapkan “tujuh-tujuh.” Normalnya, bunyi yang ditransmisikan melalui dinding dada akan terdengar seperti terendam dan tidak jelas.
b)      Meminta klien untuk mengatakan “iii.” Akan terdengar bunyi normal I yang terendam.
c)      Meminta klien untuk membisikan kata “tujuh-tujuh.” Suara yang dibisikan itu secara normal akan terdengar samar-samar dan tidak jelas jika suara tersebut dapat didengar.

b.      Auskultasi anterior
Dengarkan dada di sebelah anterior dan lateral ketika klien melakukan pernafasan dengan mulut terbuka yang agak lebih dalam daripada pernafasan normal. Bandingkan daerah-daerah paru yang simetris, dengan menggunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi dan lanjutkan pemeriksaan auskultasi ini ke daerah-daerah di sekitarnya sebagaimana diperlukan.


C.     Pengkajian Aksila
Dalam pengkajian aksila hanya digunakan teknik inspeksi dan palpasi. Serta handscoon.
1.      Inspeksi aksila
a.       Ruam
b.      Infeksi
c.       Pigmentasi yang abnormal

2.      Palpasi aksila
a.       Minta klien agar rileks dengan lengan kiri tergantung. Bantu klien menahan tangannya dengan salah satu tangan pemeriksa, lalu yang satunya lagi coba menjangkau apeks aksila setinggi-tingginya dengan posisi jari tangan dirapatkan. Jari-jari tangan berada langsung dibawah muskulus pektoralis dengan mengarah ke daerah midklavikula.
b.      Tekan jari tangan ke dinding dada dan kemudian gerakan kebawah dengan mencoba meraba nodus limfatikus sentral pada dinding dada.
c.       Jika nodus limfatikus sentralnya teraba besar, keras, dan nyeri tekan atau jika terdapat kecurigaan lesi pada daerah drainase getah bening untuk nodus limfatikus aksilaris, lakukan palpasi untuk meraba kelompok nodus limfatikus aksilaris yang lain.


D.     Pengkajian abdomen
1.      Alat
a.       Stetoskop
b.      Selimut
c.       Baju periksa
d.      Timer

2.      Pertimbangan umum
a.       Klien dalam keadaan rileks
b.      Kandung kemih harus kosong.
c.       Klien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut.
d.      Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakkan tangan diatas kepala.
e.       Ajaklah klien berbicara bila perlu dan mintalah klien untuk menunjukan daerah nyeri.
f.       Perhatikanlah ekspresi dari muka klien selama pemeriksaan
Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian abdomen adalah inspeksi, auskultasi, perkusi, dan  palpasi.
1.      Inspeksi abdomen
a.       Mintalah klien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
b.      Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
c.       pemeriksa berdirilah pada sisi kanan klien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakan abnormal.
d.      Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus
e.       Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta klien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada klien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
f.       Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
g.       Mintalah klien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.

2.      Auskultasi abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Cara auskultasi :
a.       Mintalah klien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
b.      Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta klien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
c.       Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
d.      Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
e.      Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.

3.      Perkusi abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
a.       Perkusi batas hati
1)      Posisi klien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan klien
2)      lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3)      Ukur jarak antara subkostae kanan kebatas bawah hati. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
b.      Perkusi lambung
1)   Posisi klien tidur terlentang
2)   Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)   Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
4)   Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
c.       Perkusi ginjal
1)      Posisi klien duduk atau berdiri.
2)      Pemeriksa dibelakang klien
3)      Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan
4)      Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri

4.   Palpasi abdomen
a.       Palpasi hati
1)      Posisi klien tidur terlentang.
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien.
3)      etakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekanlah kearah atas.
4)      Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5)      Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan atas.
6)      Minta klien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
b.      Palpasi kandung empedu
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
4)      Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5)      Kemudian tekan lembut ke dalam dan atas.
6)      Mintalah klien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
7)      Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
8)      Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta klien untuk menarik napas dalam selama palpasi.
c.       Palpasi limpa
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri klien dan tekanlah keatas
4)      Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
5)      Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta klien untuk menarik nafas dalam.
6)      Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa.
7)      Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi klien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
d.      Palpasi aorta
1)      Posisi klien tidur terlentang
2)      Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien
3)      Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
4)      Palpasi dengan perlahan namun dalam kearah abdomen bagian atas tepat garis tengah.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Teknik pengkajian ada empat, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
2.      Pada jantung, dan dada, tahapan pengkajian dimulai dari inspeksi, palpasi, perkusi lalu kemudian auskultasi. Pada aksila tahapan pengkajian hanya inspeksi dan palpasi. Sedangkan pada abdomen tahapan pengkajian dimulai dari inspeksi, auskultasi, perkusi dan berakhir pada palpasi.
B.     Saran
1.      Diharapkan kepada setiap mahasiswa keperawatan dapat betul-betul mengetahui tentang sistem tubuh, teknik pengkajian sistem tubuh, serta kelainan-kelainan yang terjadi atau terlihat.
2.      Diharapkan kepada pengajar agar pada saat mempelajari teori tentang pengkajian sistem tubuh dapat menjelaskan atau memperdengarkan langsung pada mahasiswa bagaimana karakteristik bunyi-bunyi pada jantung, usus, dan lain-lain agar mahasiswa tidak terlalu awam akan bunyi-bunyi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Hartiningsih, Sri Nur. (2010). Teknik Pengkajian Fisik Keperawatan. http://hartiningsih26.blogspot.com/2010/09/teknik-pengkajian-fisik-keperawatan.html. Diperoleh Pada Tanggal 10 November 2011. Pukul 10.40 WIB
Setiawati, Santun. Darmawan, Agus Citra. (2008). Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media